Jangan Memaksa

Jangan Memaksa

Pernah tidak mengalami momen kita harus memaksa orang lain menuruti kemauan kita. Segala upaya kita lakukan, mulai dari meneror pagi siang dan malam. Mengingatkannya berkali-kali saat sudah berjanji akan memenuhi permintaan kita. Namun pada akhirnya kita kecewa ternyata kita tidak mendapatkan apa yang sangat kita harapkan.
Kejadian terbaru tentang perasaan dipaksa ini adalah pemaksaan teman chatting baruku. Aku sangat tidak suka dengan pemaksaan itu. Awalnya kami bertema biasa saja ngobrol kesana kemari, tapi bukan untuk mencari alamat palsunya si Ayu Ting Ting loh ya. Justru obrolan santai itu membawa kami pada percakapan yang menjurus pribadi. Aku nggak siap lah ya? Orang dia kumintai tolong untuk membawakan lamaran kerjaku dengan mengambil langsung ke rumah nggak mau. Jadinya aku kan berfikir nih orang nggak bener kalau takut, dia inginnya ketemu di luar. Sebenarnya ada sih sedikit pemakluman, mungkin saja dia takut dianggap punya hubungan yang serius denganku (ea, terlalu memaksa imajinasiku). Tapi kog ya perjanjian itu nggak bisa terlaksana. Tuhan melindungiku.
Setelah penolakan untuk bertemu di luar itu, aku jadi sadar ternyata teman baruku ini punya watak pemaksa. Dia maksain diri menemuiku jam 7 malam, sudah kubilang aku nggak mau ditunggu karena aku pasti nggak bakal datang. Tetap saja dia menunggu (usaha kali ya biar aku melihat kesungguhannya, hehe). Tapi itu menurutku pemaksaan yang kedua. Pemaksaan pertamanya adalah minta kukirimi foto, sudah kucoba mengirim foto dengan kualitas standard dan tanpa di edit pun juga tidak lancar. Wal hasil dia masih juga penasaran denganku. Dan pemaksaan ketiga adalah dia ingin menjadwalkan pertemuan denganku sekali saja. Aku masih ogah, apalagi permintaannya diulang-ulang meski sudah kutolak secara halus. Tindakannya yang berlebihan itu membuatku menyimpulkan “Jangan terlalu memaksa. Bisa jadi ia akan semakin menjauh.”

(Ifa Masluhah/ awal 2015)

Leave a comment