Sebuah catatan harian abstrak (1)

Saat memahami diri ini tak lagi merasa nyaman.  Maka aku mulai mengawasi hal remeh temeh, melihat perubahan-perubahan kecil yang tak seharusnya. Jauh melenceng dari keinginan.  

Perlahan aku mengambil jarak yang membuat kepala terasa pening.  Aku pusing tujuh keliling.  Mengingat diri yang tak lagi sama.  Melihat apakah aku penyebab masalah dari segala kondisi. Ketidakberesan ini.  Rasanya semakin lelah, merasa tertekan dan terpuruk. 

Bisa jadi sekian waktu yang akan datang aku akan mensyukuri kejadian hari ini. Bahwa aku dianggap tak ada dan aku bukan siapa-siapa. Aku tak layak duduk di barisan mereka. Dan aku hanya pantas melayani… 

Tapi, saat terpuruk, aku kembali lari ke alam yang membebaskanku.  Mengingat lagi mimpi dan cita-cita. Berharap dukungan dari orang-orang terkasih. Semoga dia akan benar-benar memahamiku.  

Bias-bias kejadian tak bisa kulupakan.  Air mata yang menetes perlahan. Biarkan aku menangis….  Aku membiarkannya luruh dengan gigil yang semakin penuh.  

Aku merasa jatuh.  Kenapa malah justru yang hadir adalah pemikiran negatif.  Aku tak bisa apa-apa…. 

Ketika tangan dan kakiku,  menolak untuk bangun,  ketika mataku memandang sinis ke orang baru.  Aku takut.  Aku takut jiwaku terkikis oleh keegoisanku sendiri. Taukah sulit untuk mengikhlaskan hal ini. 

Lalu aku hanya harus bertahan dengan senyum yang harus riang.  Dengan segala sesuatu yang baik.  Dan aku harus menyeimbangkan kesehatan jiwa dan ragaku.  Jangan setres,  jangan gila. Keluarga sejatimu sedang menunggu di rumah. 

-love you-

Ifa Masluhah

4 Replies to “Sebuah catatan harian abstrak (1)”

  1. Semangat mbak. Allah adalah sebaik tempat untuk curhat. Dan tiada yang tidak mungkin bagi Dia. Bahkan membuat mbak berkualitas sama dengan orang lain. Dan semesta mencintai kita pun tidak sulit.
    Salam kenal dari lereng semeru. Datang dengan wajah ceria, 🙂

      1. Alhamdulillah Allahu Akbar. Lembah arjuna bernama lembah kidang. Malang dan sekitarnya.

Leave a comment